Manfaat dan Efek Samping Daun Katuk
Pada umumnya daun katuk (Sauropus androgynus) digunakan sebagai sayuran. Di Indonesia daun katuk digunakan untuk melancarkan air susu ibu, obat borok, bisul, demam, dan darah kotor. Daun katuk diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI (air susu ibu). Sepuluh sediaan fitofarmaka daun katuk sebagai pelancar ASI telah beredar di Indonesia pada tahun 2000.
Ada laporan kerusakan paru dalam 7 bulan setelah konsumsi daun katuk mentah dengan dosis 150 g/hari dan setelah 22 bulan terjadi kerusakan paru yang parah serta permanen.Bahan dan cara: Menggunakan buku rujukan, hasil penelitian dari dalam dan luar negeri. Studi meliputi ekologi, ekonomi, khasiat, efeksamping, dan harapan masa depan.Data dianalisis secara deskriptif.
Mengenal Tanaman Katuk
Daun katuk adalah daun dari tanaman Sauropus adrogynus(L) Merr, famili Euphorbiaceae. Nama daerah: Memata (Melayu), Simani (Minangkabau), Katuk (Sunda), Kebing dan Katukan (Jawa), Kerakur (Madura). Terdapat di berbagai daerah di India, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia tumbuh di dataran dengan ketinggian 0-2100 m di atas permukaan laut.
Tanaman ini berbentuk perdu. Tingginya mencapai 2-3 m. Cabang-cabang agak lunak dan terbagi Daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, berbentuk lonjong sampai bundar dengan panjang 2,5 cm dan lebar 1,25-3 cm. Bunga tunggal atau berkelompok tiga. Buah bertangkai panjang 1,25 cm.(2) Tanaman katuk dapat diperbanyak dengan stek dari batang yang sudah berkayu, panjang lebih kurang 20 cm disemaikan terlebih dahulu. Setelah berakar sekitar 2 minggu dapat dipindahkan ke kebun. Jarak tanam panjang 30 cm dan lebar 30 cm. Setelah tinggi mencapai 50-60 cm dilakukan pemangkasan agar selalu didapatkan daun muda dan segar.
Di Kabupaten Bogor telah dibudidayakan untuk meningkatkan pendapatan penduduk. Pada umumnya daun katuk digunakan sebagai sayuran. Di Indonesia daun katuk digunakan untuk melancarkan air susu ibu, obat borok, bisul, demam, dan darah kotor. Daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk telah beredar di Indonesia pada tahun 2000.
Budidaya Katuk
Tanaman katuk dibudidayakan di tiga desa kecamatan Semplak kabupaten Bogor dengan ketinggian 180-220m dpl, tanah latosol, tipe curah hujan A (Schmidt &Ferguson,) dan jumlah petani sekitar 100 orang. Pemeliharaan intensif dapat meningkatkan umur produktif dari 5-7 tahun menjadi 11-12 tahun. Hasil panen pertama berkisar 3-4 ton/ ha, selanjutnya meningkat mencapai 21-40 ton tergantung kesuburan tanahnya. Di desa Cilebut Barat, Kecamatan Semplak, Kabupaten Bogor katuk ditanam secara tradisional, dipanen setelah berumur 2-2,5 bulan, pemangkasan selanjutnya dilakukan setiap 40-60 hari. Hasil panen berkisar antara 3-7 ton/ha, dengan harga Rp500,00/kg. Tanaman sela meliputi jagung, singkong, dan papaya. Ternyata tumpang sari dengan singkong hasilnya lebih baik dibandingkan monokultur. Tingkat naungan 25% memberikan pengaruh yang tebaik terhadap jumlah tunas, bobot basah daun, bobot kering daun, bobot kering akar dan panjang akar. Panjang setek 20 cm dan pupuk nitrogen 5 g/pohon berpengaruh terbaik terhadap bobot basah daun dan akar.
Kandungan zat
Hasil analisis GCMS pada ekstrak heksana menunjukkan adanya beberapa senyawa alifatik. Pada ekstrak eter terdapat komponen utama yang meliputi : monometil suksinat, asam benzoat dan asam 2-fenilmalonat; serta komponen minor meliputi : terbutol, 2-propagiloksan, 4H-piran-4-on, 2-metoksi-6-metil, 3-peten-2-on, 3-(2-furanil), dan asam palmitat. Pada ekstrak etil asetat terdapat komponen utama yang meliputi: sis-2-metil-siklopentanol asetat. Kandungan daun katuk meliputi protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B, dan C. pirolidinon, dan metil piroglutamat serta p-dodesilfenol sebagai komponen minor.
Dalam 100 g daun katuk terkandung: energi 59 kal, protein 6,4 g, lemak 1,0 g, hidrat arang 9,9 g, serat 1,5 g, abu 1,7 g, kalsium 233 mg, fosfor 98 mg, besi 3,5 mg, karoten 10020 mcg (vitamin A), B, dan C 164 mg, serta air 81 g. Tanaman katuk dapat meningkatkan produksi ASI diduga berdasarkan efek hormonal dari kandungan kimia sterol yang bersifat estrogenik. Pada penelitian terdahulu daun katuk mengandung efedrin.
Efek Farmakologis
Daun katuk berkhasiat memperbanyak air susu, untuk demam, bisul, borok dan darah kotor. Tiga peneliti menyatakan infus daun katuk dapat meningkatkan produksi air susu pada mencit. Infus daun katuk dapat meningkatkan jumlah asini tiap lobulus kelenjar susu mencit. Satu peneliti menyatakan isolat fase eter dan ekstrak petroleum eter daun katuk tidak menyebabkan peningkatan sekresi air susu yang bermakna. Satu peneliti menyatakan bahwa dekok akar katuk mempunyai efek antipiretik terhadap burung merpati.
Infus akar katuk mempunyai efek diuretik dengan dosis 72 mg/100 g bb. Konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui bayi perempuan secara nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui. Proses perebusan daun katuk dapat menghilangkan sifat anti protozoa. Pemberian infus daun katuk kadar 20 %, 40 %, dan 80 % pada mencit selama periode organogenesis tidak menyebabkan cacat bawaan (teratogenik) dan tidak menyebabkan resorbsi. Jus daun katuk mentah digunakan sebagai pelangsing di Taiwan.
Efek samping
Di Taiwan 44 orang mengkonsumsi jus daun katuk mentah (150 g) selama 2 minggu - 7 bulan, terjadi efek samping dengan gejala sukar tidur, tidak enak makan dan sesak nafas. Gejala hilang setelah 40-44 hari menghentikan konsumsi jus daun katuk. Hasil biopsi dari 12 pasien menunjukkan bronkiolitis obliterasi.(9) Sejumlah 178 pasien mengkonsumsi jus daun katuk mentah dengan dosis 150 g / hari (60,7 %), digoreng (16,9 %), campuran (20.8 %), dan digodok (1,7 %), selama 7 bulan - 24 bulan. Terdapat efek samping setelah penggunaaan selama 7 bulan berupa gejala obstruksi bronkiolitis sedang sampai parah, sedangkan konsumsi selama 22 bulan atau lebih menyebabkan gejala bronkiolitis obliterasi yang permanen.
Di Amerika, sejak tahun 1995 daun katuk goreng, salad daun katuk, dan minuman banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai obat antiobesitas (pelangsing tubuh). Penelitian dilakukan terhadap 115 kasus bronkiolitis obliterasi (110 perempuan dan 5 pria), berumur antara 22-66 tahun yang sebelumnya mengkonsumsi daun katuk. Pada uji fungsi paru terlihat obstruksi sedang sampai parah. Pengobatan dengan campuran kortikosteroid, bronkodilatasi, eritromisin, dan zat imunosupresi hampir tidak berkhasiat. Setelah 2 tahun bronkiolitis obliterasi berkembang menjadi parah dan terjadi kematian pada 6 pasien (6,1 %).
Proses perebusan daun katuk dapat menghilangkan sifat anti protozoa. Jadi dapat disimpulkan pemanasan dapat mengurangi sampai meniadakan sifat racun daun katuk.
Jenis sediaan daun katuk
Dari 213 jenis jamu yang berasal dari 9 pabrik jamu, hanya ditemukan 6 jenis jamu (2,8 %) yang mengandung daun katuk. Dari 6 jenis tersebut, 4 jenis di antaranya mempunyai indikasi sebagai pelancar ASI.
Data tahun 2000 menunjukkan 10 jenis sediaan fitofarmaka daun katuk sebagai pelancar ASI telah beredar di Indonesia.
Kesimpulan
Pemanfaatan daun katuk sebagai jamu atau sediaan fitofarmaka adalah sebagai pelancar ASI. Efek samping utama daun katuk adalah konstriksi bronkiolitis yang permanen.
Penelitian efek samping pelancar ASI terhadap ibu dan anak belum penah dilakukan di Indonesia. Penelitian ini perlu dilakukan, dan jika telah terbukti keamanannya maka sediaan fitofarmaka daun katuk mempunyai peluang untuk dianjurkan agar digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar